Trump Bersikeras Soal Gaza, Begini Tanggapan Raja Yordania

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, kembali mengundang perhatian dengan gagasan kontroversialnya mengenai Jalur Gaza. Trump mengusulkan relokasi warga Palestina dari Gaza dan membayangkan AS menjadi pihak yang mengambil alih serta membangun kembali wilayah tersebut. Namun, gagasan ini ditolak mentah-mentah oleh Raja Yordania Abdullah II, yang menegaskan sikap tegas Yordania terhadap rencana tersebut dalam pertemuan dengan Trump di Gedung Putih, Selasa (11/2) waktu setempat.

Seperti dilaporkan oleh AFP, Rabu (12/2/2025), Raja Abdullah II menegaskan bahwa relokasi warga Palestina dari Gaza maupun Tepi Barat adalah garis merah yang tidak dapat diterima. Ia menyebut sikap ini sebagai bagian dari kesepakatan bersama dunia Arab.

“Saya kembali menekankan posisi Yordania yang teguh menolak pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza dan Tepi Barat. Ini adalah pendirian bersama dari negara-negara Arab,” ujar Raja Abdullah II dalam pernyataannya yang dirilis melalui media sosial usai pertemuannya dengan Trump.

Lebih jauh, Raja Abdullah II menyatakan bahwa prioritas semua pihak seharusnya adalah membangun kembali Gaza tanpa menggusur warganya, serta mengatasi krisis kemanusiaan yang telah lama melanda wilayah tersebut. Namun, ia juga menyampaikan bahwa Mesir sedang menyusun rencana untuk menanggapi gagasan Trump ini, sekaligus menjelaskan bagaimana negara-negara di kawasan Timur Tengah dapat bekerja sama untuk menghadapi isu tersebut.

Di tengah perbincangan yang berlangsung di Gedung Putih, Raja Abdullah II berusaha membujuk Trump, yang sebelumnya mengancam akan menghentikan bantuan AS ke Yordania jika negara itu tidak mau menerima relokasi warga Gaza. Sebagai salah satu langkah persuasif, Raja Abdullah II mengajukan program kemanusiaan untuk membantu anak-anak Gaza yang menderita kanker.

“Kami dapat segera memberikan perawatan bagi 2.000 anak yang tengah berjuang melawan kanker. Ini bisa menjadi langkah nyata yang menunjukkan kepedulian kita,” kata Raja Abdullah II saat Trump menyambut kedatangannya bersama Putra Mahkota Hussein di Ruang Oval.

Menanggapi hal itu, Trump memuji ide tersebut sebagai langkah yang “sangat mulia” dan mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui kondisi tersebut sebelum pertemuan berlangsung.

Sebelumnya, Trump memicu reaksi internasional dengan idenya untuk menjadikan Gaza “di bawah kepemilikan AS,” disertai rencana membangun kembali wilayah yang telah hancur akibat konflik berkepanjangan. Namun, rencana itu mensyaratkan relokasi warga Gaza ke negara-negara tetangga seperti Yordania dan Mesir, tanpa ada skema untuk mereka kembali ke tanah airnya.

Raja Abdullah II menekankan perlunya bersabar dalam mengambil keputusan besar seperti ini. Ia menyebutkan bahwa Mesir akan memberikan respons resmi dan hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan negara-negara Arab yang direncanakan berlangsung di Riyadh, Arab Saudi.

“Mari kita tunggu langkah Mesir untuk memberikan penjelasan kepada presiden (Trump). Tidak perlu tergesa-gesa dalam membuat keputusan,” ujar Raja Abdullah II.

Dalam pertemuan tersebut, Trump juga menarik kembali ancamannya soal penghentian bantuan AS ke Yordania dan Mesir. Ia mengaku bahwa ancaman semacam itu bukanlah pendekatan yang ideal dalam situasi ini.

“Saya tidak perlu menggunakan ancaman semacam itu. Saya yakin kita semua bisa menangani ini dengan cara yang lebih baik,” kata Trump.

Pernyataan Trump soal gagasan mengambil alih Gaza terus menuai kritik dari berbagai pihak. Namun, diplomasi yang dilakukan Raja Abdullah II menunjukkan pendekatan yang lebih tenang dan terkoordinasi dalam menangani isu sensitif ini. Pertemuan negara-negara Arab mendatang akan menjadi kunci dalam menentukan langkah selanjutnya terhadap usulan kontroversial Trump ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *