Danantara Berisiko Memiliki Potensi Korupsi yang Lebih Besar

Sebagai lembaga yang mengelola aset negara bernilai ribuan triliun rupiah, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) berpotensi mengalami korupsi dalam skala yang lebih besar dibandingkan kasus-kasus sebelumnya.
“Termasuk skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) serta obligasi rekapitalisasi BLBI yang jumlahnya melebihi Rp 1.000 triliun,” ujar pengamat hukum dan pembangunan, Hardjuno Wiwoho, di Jakarta, Jumat (28/2).
Ia menambahkan bahwa baru-baru ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan dugaan korupsi di PT Pertamina Persero dalam kurun waktu lima tahun telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 968,5 triliun.

“Hal ini semakin menegaskan lemahnya tata kelola keuangan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga risiko korupsi yang lebih besar dapat muncul dalam pengelolaan aset besar yang berada di bawah BPI Danantara,” jelasnya.
Menurutnya, akar permasalahannya terletak pada lemahnya tata kelola aset negara, yang berpotensi menjadi lahan subur bagi korupsi sistemik.
“Situasi ini bisa menyebabkan kerugian dalam skala besar bagi rakyat, padahal Danantara memiliki mandat untuk mengelola aset negara dalam jumlah yang sangat signifikan,” tegasnya.

Minimnya transparansi serta lemahnya sistem audit membuka celah bagi penyimpangan, bahkan berpotensi melampaui kasus Pertamina.
“Pengelolaan aset sebesar itu tanpa pengawasan ketat hanya akan menciptakan peluang baru bagi praktik korupsi. Kasus serupa dengan yang terjadi di Pertamina bisa terulang dalam skala yang lebih besar,” lanjutnya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar Danantara tidak dikuasai oleh politisi yang hanya mencari keuntungan pribadi.

“Pemerintah harus menyerahkan pengelolaan aset ini kepada para profesional yang memiliki rekam jejak bersih dan berintegritas. Selain itu, audit profesional yang melibatkan akademisi serta pakar independen harus diterapkan,” tambahnya.
Jika hal ini tidak dilakukan, sejarah kelam korupsi bisa kembali terulang, hanya dengan jumlah yang lebih besar.
Selain itu, tantangan besar lainnya adalah potensi konflik kepentingan dalam pemerintahan dan BUMN.

“Tanpa adanya mekanisme penyaringan yang ketat, politisi dan pihak berkepentingan dapat dengan mudah menyalahgunakan aset Danantara demi keuntungan pribadi maupun kelompok,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa tanpa pengawasan yang jelas, situasi akan semakin memburuk dan penyalahgunaan dana akan semakin sulit terungkap.

“Keterlibatan publik dan transparansi menjadi kunci utama untuk mencegah hal ini. Oleh karena itu, sistem audit yang diawasi oleh publik sangat dibutuhkan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *