Kenaikan pangkat Mayor Teddy Indra Wijaya menjadi Letnan Kolonel (Letkol) menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan.
Hal ini disebabkan oleh anggapan bahwa kenaikan pangkat tersebut terkesan janggal karena dinilai tidak didukung oleh pencapaian atau prestasi yang mencolok.
Selain itu, pengangkatannya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) juga menjadi sorotan karena ia masih merupakan perwira aktif di TNI Angkatan Darat.
Sejumlah pihak menilai bahwa jabatan tersebut seharusnya tidak bisa diemban oleh seorang prajurit aktif, mengingat ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dalam pasal 47 UU tersebut, prajurit TNI aktif hanya diperbolehkan menduduki jabatan sipil di kementerian atau lembaga tertentu yang jumlahnya telah ditetapkan.
Sejumlah politisi dan pengamat menilai bahwa jabatan Seskab yang diemban oleh Letkol Teddy tidak termasuk dalam kategori jabatan yang dapat diduduki oleh anggota militer aktif, sehingga seharusnya ia mengundurkan diri dari dinas kemiliteran.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak pun menanggapi polemik ini dengan menyatakan bahwa Letkol Teddy tidak perlu mundur dari jabatannya di TNI.
Maruli beralasan bahwa posisi Seskab berada di bawah Sekretariat Militer Presiden (Setmilpres), yang secara tradisional memang diisi oleh perwira militer aktif.
Pernyataannya didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2024 yang mengatur bahwa Sekretariat Kabinet berada di bawah Setmilpres, dan selama ini jabatan di lingkungan Setmilpres memang selalu dipegang oleh perwira militer aktif tanpa perlu pensiun lebih dulu.
Senada dengan KSAD, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga menegaskan bahwa jabatan Seskab yang saat ini dipegang oleh Letkol Teddy secara hierarki berada di bawah Setmilpres. Ia menyatakan bahwa jabatan eselon II seperti Seskab masih memungkinkan untuk diisi oleh prajurit aktif, dengan pangkat maksimal bintang satu.
Menurutnya, setiap kementerian memiliki aturan sendiri terkait jabatan tertentu yang dapat dijabat oleh militer aktif, dan dalam hal ini posisi Seskab dianggap tidak melanggar regulasi yang ada.
Namun, pernyataan dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi dan Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana justru memperkuat pandangan yang berseberangan.
Mereka menegaskan bahwa Seskab bukan berada di bawah Setmilpres, melainkan di bawah Kementerian Sekretariat Negara.
Oleh sebab itu, posisi tersebut dianggap tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 47 UU TNI yang mengatur jabatan sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif.
Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, menjadi salah satu pihak yang paling vokal menyoroti permasalahan ini. Ia menegaskan bahwa jabatan Letkol Teddy sebagai Seskab tidak sesuai dengan UU TNI karena tidak termasuk dalam daftar 15 kementerian atau lembaga yang secara eksplisit dapat diisi oleh prajurit aktif.
Bahkan, ia mengaku sempat memberikan masukan kepada pihak Istana pada Oktober 2024 bahwa jika ingin mempertahankan status militer Letkol Teddy, maka posisinya sebaiknya ditempatkan di lingkungan Sekretariat Militer Presiden.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah dengan menambahkan satu jabatan baru di Setmilpres, seperti Kepala Biro Sekretariat Kabinet, sehingga tetap sesuai dengan regulasi yang ada.
TB Hasanuddin menegaskan bahwa pemerintah seharusnya konsisten dalam menjalankan aturan hukum agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga netralitas dan profesionalisme TNI agar tidak terlibat dalam jabatan sipil yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurutnya, jika aturan dalam UU TNI dijalankan secara tegas, maka Letkol Teddy harus memilih antara tetap menjadi prajurit TNI atau mengundurkan diri dari militer untuk bisa menjabat sebagai Seskab.
Dengan adanya perdebatan ini, polemik mengenai posisi Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Seskab masih terus menjadi sorotan.
Keputusan akhir terkait apakah ia tetap dapat menjabat sebagai Seskab atau harus mundur dari TNI kemungkinan akan bergantung pada bagaimana pemerintah menafsirkan peraturan yang ada serta respons dari berbagai pihak terkait terhadap polemik ini.