Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, berhasil melewati ancaman pemakzulan setelah Majelis Nasional gagal mencapai konsensus dalam sidang pemungutan suara yang diadakan pada 7 Desember 2024. Meski didukung oleh partai oposisi utama, mosi pemakzulan tidak memperoleh suara mayoritas dua pertiga yang diperlukan untuk melengserkan presiden dari jabatannya.
Krisis ini bermula dari keputusan kontroversial Yoon yang mendeklarasikan darurat militer pada awal Desember, sebuah langkah yang memicu kritik luas dan dianggap inkonstitusional oleh banyak pihak. Meskipun darurat militer akhirnya dicabut dalam hitungan jam, langkah tersebut telah memperburuk hubungan Yoon dengan parlemen dan masyarakat umum.
Partai Demokrat, oposisi terbesar, memimpin upaya pemakzulan dengan alasan bahwa kebijakan darurat militer menunjukkan kegagalan Yoon dalam memimpin negara. Namun, partai pendukung presiden berhasil mempertahankan soliditasnya, menolak tuduhan tersebut sebagai upaya politisasi yang berlebihan.
Dalam pernyataannya setelah sidang, Yoon mengungkapkan rasa terima kasih kepada para pendukungnya dan menyerukan persatuan nasional. Ia berjanji akan lebih fokus pada pemulihan hubungan dengan parlemen serta mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Banyak pengamat politik menilai kegagalan ini sebagai kemenangan strategis bagi Yoon, tetapi juga mengingatkan bahwa dampak dari krisis ini dapat memengaruhi stabilitas politik dan citra presiden di masa mendatang. Beberapa pihak menilai bahwa meskipun Yoon berhasil mempertahankan posisinya, kepercayaan publik yang terkikis menjadi tantangan besar yang harus segera diatasi.
Krisis politik yang belum sepenuhnya mereda ini menjadi sorotan internasional, dengan komunitas global memantau langkah Korea Selatan dalam menjaga stabilitas demokrasinya.