Pemerintah Bertindak Atasi Maraknya Premanisme di Kawasan Industri

Kementerian Investasi dan Hilirisasi, melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), menyatakan kesiapan mereka untuk membantu investor yang menghadapi gangguan dari organisasi masyarakat (ormas) yang bertindak sebagai preman di kawasan industri.

“Jika ada hambatan, kami akan memfasilitasi dan mencari solusi terbaik. Kami juga akan berkoordinasi dengan berbagai kementerian/lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah,” kata Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Riyatno, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (10/2/2025) seperti yang dilansir dari Liputan6, pada Selasa (11/2/2025).

Ia menambahkan bahwa Kementerian Investasi berkomitmen untuk menyelenggarakan rapat koordinasi bersama instansi terkait, seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan pemerintah daerah, guna mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi.

“Apabila ditemukan ormas yang mengganggu operasional industri, kami akan mengundang para pemangku kepentingan untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama. Kementerian Investasi bertugas memastikan proses investasi berjalan dengan lancar dari tahap awal hingga selesai,” ujar Riyatno dengan tegas.

Premanisme Ancam Investasi Bernilai Ratusan Triliun Rupiah

Himpunan Kawasan Industri (HKI) sebelumnya mengungkapkan bahwa aksi premanisme yang dilakukan sejumlah ormas di kawasan industri telah menyebabkan kerugian besar. Investasi bernilai ratusan triliun rupiah terancam hilang akibat gangguan yang mereka timbulkan.

Ketua Umum HKI, Sanny Iskandar, menjelaskan bahwa ormas sering kali melakukan aksi demonstrasi di dalam kawasan industri yang berujung pada terganggunya operasional pabrik. Bahkan, terdapat beberapa kasus di mana pabrik disegel dan akses keluar-masuk kawasan industri ditutup secara paksa.

“Modusnya hampir selalu sama. Mereka melakukan unjuk rasa, menutup kawasan, hingga menyebabkan pabrik tidak bisa beroperasi. Dampaknya, bahan baku tidak dapat masuk, dan barang jadi tidak bisa keluar. Ini menyebabkan tekanan besar bagi industri,” papar Sanny.

Gangguan seperti ini membuat banyak investor merasa tidak nyaman, sehingga mereka memilih untuk menarik diri atau membatalkan rencana investasi. Sanny memperkirakan kerugian yang ditimbulkan akibat gangguan ini mencapai ratusan triliun rupiah.

“Bukan hanya industri yang sudah ada lalu memutuskan keluar, tetapi juga banyak investor yang mengurungkan niatnya untuk masuk karena permasalahan izin dan gangguan keamanan yang terus berulang. Jika dikalkulasi, total kerugiannya sangat besar,” jelasnya.

Dampak Serius pada Operasional Pabrik

Gangguan dari ormas tidak hanya berdampak pada proses operasional, tetapi juga menyebabkan sejumlah pabrik harus menghentikan aktivitasnya meskipun telah menginvestasikan dana besar.

“Bayangkan saja, mereka sudah meminjam dana, membeli mesin teknologi tinggi, dan mencari pasar untuk menjual produk. Namun, semuanya terhambat oleh gangguan keamanan yang sulit diantisipasi,” tambah Sanny.

Ia juga mengungkapkan bahwa ormas sering kali meminta dilibatkan dalam kegiatan operasional kawasan industri, meskipun status mereka tidak jelas.

“Awalnya mereka datang dengan dalih audiensi sebagai ‘putra daerah’. Namun, faktanya, banyak dari mereka yang berasal dari luar daerah dan menuntut jatah pekerjaan tertentu dalam kegiatan industri,” katanya.

Selain itu, ormas juga kerap berebut limbah industri yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti potongan logam dari sektor elektronik dan otomotif. Persaingan dalam memperebutkan limbah ini bahkan sering kali berujung pada bentrokan fisik yang melibatkan senjata tajam.

“Insiden tawuran akibat perebutan limbah ini sudah beberapa kali terjadi, bahkan pernah didokumentasikan saat Mahfud MD masih menjabat sebagai Menko Polhukam,” ujarnya.

Konsentrasi Gangguan di Daerah Industri

Menurut Sanny, aksi premanisme ormas paling sering terjadi di daerah dengan konsentrasi industri yang tinggi, seperti Bekasi, Karawang, Jawa Timur, dan Batam.

“Kasus ini hampir merata di daerah kantong-kantong industri. Namun, kawasan industri yang memiliki pengelola resmi cenderung lebih aman dibandingkan kompleks industri yang berada di luar kawasan resmi,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa kawasan industri yang dikelola dengan baik memiliki sistem keamanan yang lebih ketat, mulai dari akses masuk yang terbatas hingga pengawasan yang lebih terstruktur.

“Jika kawasan memiliki pengelola yang profesional, akses bagi pihak luar yang tidak berkepentingan akan lebih tertutup. Ini tentu membantu mencegah gangguan keamanan,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *