Berbuka puasa bersama keluarga dan teman menjadi tradisi yang paling dinantikan selama bulan Ramadan. Momen ini kerap diisi dengan hidangan lezat yang menggugah selera, termasuk aneka makanan dan minuman manis. Namun, para ahli gizi mengingatkan bahwa konsumsi berlebihan makanan manis saat berbuka bisa berdampak kurang baik bagi kesehatan, terutama bagi sistem pencernaan dan kadar gula darah. Oleh karena itu, penting untuk lebih selektif dalam memilih menu berbuka agar tetap sehat selama menjalankan ibadah puasa.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Cabang Banten, membatasi konsumsi makanan manis, makanan tinggi lemak, serta makanan berkalori tinggi saat berbuka merupakan langkah yang tepat. Ketua PDGKI Cabang Banten, dr. Dian Permatasari, MGizi, SpGK, menegaskan bahwa meskipun dalam ajaran Islam dianjurkan berbuka dengan yang manis, bukan berarti seseorang boleh mengonsumsi gula dalam jumlah berlebihan. “Sebaiknya kita tetap memperhatikan jenis makanan manis yang dikonsumsi. Pilih yang lebih sehat agar sistem pencernaan tetap dalam kondisi baik,” ujarnya seperti dikutip dari Antara, Selasa (4/3/2025).
Dian menjelaskan bahwa minum teh manis saat berbuka tidak dilarang, namun jumlah gula yang ditambahkan sebaiknya tidak lebih dari satu hingga dua sendok makan. Alternatif yang lebih sehat adalah air kelapa tanpa tambahan gula atau susu kental manis. Selain itu, pilihan takjil yang lebih baik antara lain potongan buah segar dan kurma dalam jumlah yang wajar, sekitar satu hingga tiga butir, yang kemudian dilanjutkan dengan makan besar. Dian juga menyarankan agar konsumsi makanan manis seperti kolak, gorengan, lontong isi, serta hidangan manis lainnya dikurangi dan digantikan dengan makanan utama yang lebih seimbang.
Bagi yang masih merasa lapar setelah shalat tarawih, Dian menyarankan untuk tidak kembali mengonsumsi nasi. Sebagai gantinya, bisa memilih camilan sehat seperti potongan buah, sayuran, atau yoghurt. “Jika masih ingin makan setelah tarawih, boleh saja, tapi cukup konsumsi lauk pauk dan sayuran tanpa menambahkan nasi lagi,” tambahnya.
Sementara itu, ahli gizi dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Fitri Hudayani, menekankan bahwa selama berpuasa ada tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam mengatur pola makan, yaitu jadwal, jenis, dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Banyak makanan tinggi gula dan lemak yang sering dikonsumsi selama bulan Ramadan, seperti minuman manis, aneka kue, dan gorengan. Oleh karena itu, Fitri mengingatkan agar masyarakat lebih bijak dalam memilih makanan berbuka. “Makanan seperti ini harus dibatasi agar tidak berlebihan dalam mengonsumsi gula dan lemak. Sebagai gantinya, pastikan asupan serat tetap terpenuhi dengan mengonsumsi sayur dan buah di setiap waktu makan,” jelasnya.
Fitri juga menyarankan agar takjil dikonsumsi dalam porsi kecil agar tidak mengganggu pola makan utama setelah shalat Maghrib. Selain itu, menjaga keseimbangan cairan tubuh juga menjadi faktor penting agar tetap terhidrasi selama berpuasa. Meskipun berbagai minuman manis kerap menjadi sajian utama saat berbuka, ia menegaskan bahwa kebutuhan cairan harian sekitar 2 hingga 2,5 liter tetap harus dipenuhi. Salah satu caranya adalah dengan membagi konsumsi air putih dalam beberapa waktu, seperti satu hingga dua gelas saat berbuka, satu gelas saat makan utama, dua gelas setelah tarawih, dan dua hingga tiga gelas saat sahur. Selain itu, konsumsi buah yang tinggi kandungan air serta makanan berkuah juga bisa membantu menjaga kecukupan cairan dalam tubuh.
Dengan memperhatikan pola makan yang sehat selama Ramadan, tubuh akan tetap bugar dan ibadah pun bisa dijalankan dengan maksimal. Jadi, meskipun buka puasa bersama menjadi ajang menikmati hidangan lezat, sebaiknya tetap kendalikan asupan makanan, terutama yang manis, agar tubuh tetap sehat dan bugar sepanjang bulan suci.