Nia Ramadhani mengungkapkan bahwa membesarkan Mikhayla di era modern menghadirkan tantangan tersendiri. Ia menyadari bahwa perkembangan teknologi dan pergaulan yang semakin bebas membuat peran sebagai orang tua semakin kompleks.
“Kita nggak bisa berharap terlalu tinggi juga, sih. Kalau dulu aku baru mulai sering keluar di usia 16-17 tahun, sekarang anak-anak sudah lebih cepat mandiri,” ujar Nia saat ditemui di Kawasan Kampung Makassar, Jakarta Timur, kemarin.
Sebagai ibu, Nia berusaha membangun kedekatan dengan putrinya yang kini beranjak remaja, karena menurutnya keterbukaan adalah kunci utama dalam mendidik anak.
“Yang penting kita berusaha untuk selalu dekat,” katanya.
Berkat kedekatan itu, Mikhayla pun tidak ragu berbagi banyak hal dengannya. Bahkan, Nia memiliki akses untuk membaca pesan-pesan putrinya.
Namun, ia mengakui bahwa terkadang isi ponsel Mikhayla membuatnya terkejut. Sejak awal, mereka sudah sepakat bahwa Nia boleh melihat isi chat putrinya, tetapi tidak boleh memberikan reaksi berlebihan.
“Setiap malam dia membiarkan aku melihat chat-nya, tapi aku tidak boleh bereaksi. Jadi, meskipun kaget, besoknya harus tetap santai,” ungkapnya.
Nia bersyukur karena Mikhayla mau bersikap terbuka, meskipun ia sendiri masih terus belajar menjadi ibu yang lebih baik.
“Yang penting dia mau cerita. Aku juga masih belajar jadi ibu, tapi yang aku jalani sekarang adalah harus pintar beradaptasi,” jelasnya.
Walaupun membangun hubungan yang akrab, Nia tetap menegaskan bahwa ada batasan yang harus dipatuhi sebagai anak.
“Ada waktunya dia tetap harus ingat kalau dia masih anak mama dan masih bergantung pada mama. Jadi, tetap ada aturan yang harus dihormati,” tegasnya.
Selain itu, Nia juga bercerita tentang hubungan erat Mikhayla dengan kakeknya, Aburizal Bakrie. Menurutnya, sang putri sangat dimanjakan karena menjadi cucu perempuan termuda di keluarga.
“Dia memang kesayangan dan tahu caranya bermanja-manja,” pungkas Nia.
