Makna Mokel saat Puasa Ramadan, Apa Artinya?

Istilah “mokel” belakangan ini semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di dunia maya atau media sosial.

Kata ini sering digunakan dalam berbagai percakapan, khususnya saat bulan Ramadan, untuk menggambarkan perilaku seseorang yang membatalkan puasanya secara sengaja sebelum waktu berbuka tiba.

Biasanya, tindakan ini dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui oleh orang lain.

Meskipun terdengar seperti bahasa gaul yang baru muncul, sebenarnya istilah “mokel” bukanlah kata yang asing dalam kosakata bahasa Indonesia. Kata ini bahkan telah tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Berdasarkan KBBI VI Daring, “mokel” diartikan sebagai makan atau minum sebelum waktu berbuka puasa, yang umumnya dilakukan secara diam-diam. Dalam kategori linguistik, mokel tergolong sebagai verba cakapan, yaitu kata kerja yang lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari dengan nuansa yang lebih santai dan informal.

Secara etimologi, istilah “mokel” berasal dari bahasa Jawa, yaitu “mokèl”. Mengacu pada Kamus Bahasa Jawa-Indonesia yang disusun oleh Tim Balai Bahasa Provinsi DIY, kata “mokèl” memiliki arti menghentikan puasa sebelum waktunya atau membatalkan puasa di tengah hari, meskipun belum memasuki waktu berbuka.

Kata ini termasuk dalam kategori cakapan nonformal, yang menandakan bahwa penggunaannya lebih sering ditemukan dalam interaksi sosial yang tidak resmi atau dalam percakapan sehari-hari yang tidak terlalu terikat pada aturan bahasa baku.

Dengan memahami asal-usulnya, dapat disimpulkan bahwa istilah “mokel” yang sering digunakan di media sosial selama bulan Ramadan berasal dari bahasa Jawa dan memiliki makna yang sama, yaitu membatalkan puasa dengan sengaja sebelum waktunya, baik dengan makan maupun minum.

Dalam kehidupan sehari-hari, tindakan mokel sering kali menjadi bahan pembicaraan, terutama di kalangan umat Muslim yang sedang menjalankan ibadah puasa Ramadan.

Hal ini karena perilaku tersebut dianggap bertentangan dengan esensi puasa itu sendiri, yang mengajarkan kesabaran, ketahanan diri, dan ketaatan terhadap ibadah.

Oleh karena itu, meskipun istilah ini semakin dikenal luas, perilaku yang dikaitkan dengannya tetap menjadi sorotan dan kerap mendapat tanggapan beragam dari masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *