Pemilu untuk memilih anggota Parlemen Jerman (Bundestag) resmi digelar, Minggu (23/2/2025), mulai pukul 08.00 hingga 18.00 waktu setempat. Lebih dari 59 juta warga Jerman berusia 18 tahun ke atas yang memiliki hak suara turut serta dalam pemungutan suara ini. Dilansir dari BBC, pemilu kali ini menjadi sorotan utama masyarakat Jerman dan negara-negara Eropa, mengingat situasi politik yang sempat mengalami kebuntuan serta kondisi global yang penuh ketidakpastian.
Awalnya, pemilu ini dijadwalkan berlangsung pada 28 September 2025. Namun, kondisi ekonomi yang terus mengalami penurunan akibat resesi selama dua tahun terakhir—dipicu kenaikan harga akibat perang Rusia-Ukraina dan persaingan ekonomi dengan China—membuat pemerintah mempercepat jadwal pemungutan suara.
Lima partai utama berkompetisi dalam pemilu kali ini, dan hasilnya diperkirakan akan diumumkan pada malam hari. Dari 29 partai yang berpartisipasi, hanya enam yang diperkirakan mampu melewati ambang batas 5 persen untuk mendapatkan kursi di Bundestag. Partai-partai tersebut meliputi aliansi CDU/CSU, SPD, AfD, Partai Hijau, dan partai kiri Die Linke. Sementara itu, Partai Demokrat Bebas (FDP) serta partai populis kiri baru, BSW, masih berjuang untuk mencapai ambang batas tersebut.
Berdasarkan jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh penyiar publik ZDF, kandidat kanselir dari kubu konservatif, Friedrich Merz, unggul atas petahana Olaf Scholz. Merz, yang berasal dari Partai Christian Democrats (CDU), meraih dukungan 32 persen, sementara Scholz hanya memperoleh 18 persen. Kandidat dari Partai Hijau, Robert Habeck, bahkan berhasil melampaui Scholz dengan tingkat dukungan sebesar 21 persen. Sementara itu, Alice Weidel dari AfD memperoleh dukungan 14 persen, dan 15 persen pemilih masih belum menentukan pilihan mereka.
Dalam sistem pemilu Jerman, partai yang mampu memperoleh setidaknya 5 persen suara akan mendapatkan kursi di Bundestag. Pemilih memberikan dua suara: satu untuk memilih anggota parlemen di 299 daerah pemilihan secara langsung, dan satu lagi untuk memilih partai politik yang mewakili negara bagian tempat tinggal mereka.
Friedrich Merz menjadikan pemulihan ekonomi Jerman sebagai prioritas utama dalam kampanyenya. Untuk mengembalikan stabilitas ekonomi terbesar di Eropa ini, ia mengusulkan kebijakan pro-bisnis, seperti pemangkasan pajak perusahaan, memastikan harga energi tetap terjangkau, serta mendirikan kementerian digital guna mendorong digitalisasi industri. Selain itu, Merz berjanji memperketat aturan imigrasi dengan membatasi kedatangan pencari suaka dan mempercepat proses deportasi bagi imigran ilegal serta pelaku kejahatan serius.
Dalam kebijakan luar negeri, Merz menekankan perlunya kepemimpinan Jerman yang lebih kuat di Eropa serta peningkatan dukungan bagi Ukraina. Ia juga tidak menutup kemungkinan Jerman memperluas peran dalam NATO di masa mendatang. Meskipun mendapat dukungan luas dari pemilih pria, popularitasnya di kalangan perempuan masih tergolong rendah, dengan tingkat dukungan dari pemilih muda hanya mencapai 13 persen.