Jika Eropa memiliki cerita detektif seperti Petualangan Tintin dan Sherlock Holmes, atau Jepang dengan Detektif Conan, maka Sunda juga memiliki kisah detektifnya sendiri, yaitu Si Bedog Panjang.
Namun, berbeda dengan kisah detektif lain yang berfokus pada tokoh utama sebagai detektif, dalam cerita Si Bedog Panjang, tokoh utama justru menjadi misteri yang harus dipecahkan.
Ditulis oleh H. Wiredja Ranusulaksana atau lebih dikenal sebagai Ki Umbara (1914-2004), cerita ini berlatar kehidupan siswa Normaal School, sebuah Sekolah Guru di Banten.
Dalam alurnya, berbagai peristiwa misterius terjadi, melibatkan sosok bertopeng dengan golok panjang yang membuat pembaca terpikat. Dengan gaya penulisan yang memadukan unsur detektif dan mistis, cerita ini memancing rasa penasaran pembaca dari awal hingga akhir.
Ki Umbara sendiri merupakan sastrawan Sunda yang dikenal dengan karya-karyanya bertema mistis. Sejak kecil, ia sudah tertarik pada hal-hal gaib, yang kemudian menjadi inspirasi utama dalam cerpen-cerpennya.
Salah satu karya terkenalnya, Si Bedog Panjang, pertama kali terbit pada 1967 dan telah dicetak ulang beberapa kali, termasuk edisi terbaru tahun 2020.
Kisah ini bermula dari dua siswa senior, Yunus dan Cece, yang bertugas menjemput murid baru bernama Sunarya di Serang.
Namun, ternyata nama “Winarya” yang digunakan Sunarya sebenarnya adalah nama kakaknya, yang memberikan banyak tanda tanya sejak awal. Kehadiran Si Bedog Panjang semakin memanaskan cerita, karena ia terus mencari Winarya yang asli.
Dalam alur yang penuh intrik, akhirnya terungkap bahwa Si Bedog Panjang adalah Murnasim, paman Sunarya, yang sebenarnya memiliki tujuan mulia: melindungi harta peninggalan keluarga agar jatuh ke tangan yang berhak.
Kisah ini diakhiri dengan penuh haru, saat sosok yang dianggap ancaman ternyata memiliki niat tulus.
Melalui Si Bedog Panjang, Ki Umbara berhasil menghadirkan kisah detektif yang tidak hanya mendebarkan, tetapi juga sarat dengan pesan moral dan unsur budaya Sunda.